Sunday, May 4, 2008

PROBLEM SOSIAL DAN TRI PUSAT PENDIDIKAN

PENYELESAIAN PROBLEM SOSIAL
MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI TRI PUSAT PENDIDIKAN

(sebuah paper yang idenya tercetus ketika banyak melihat problem sosial di kampung-kampung miskin di perkotaan)

Oleh :
Made Wiryana

I. PENDAHULUAN
Problem sosial seperi premanisme, pejudian dan minuman keras akhir-akhir ini semakin menampakkan kecenderungan meningkat. Tidak perlu beranjak jauh untuk melihat hal itu, disetiap ujung jalan, kampung dan kelurahan pemandangan menyesakkan seperti itu terlampau sering dijumpai. Siapakah yang harus memperbaiki hal seperti ini, apakah akan dibiarkan selamanya seperti itu? Sudah adakah usaha pemerintah atau masyarakat untuk menyelesaikan problem sosial tersebut? Sangat sedikit sensitifitas sosial yang muncul untuk menperhatikan premanisme, perjudian dan minuman keras, yang terjadi adalah membiarkan hal seperti itu terjadi. Masyarakat seakan mensyahkan hal tersebut, tidak ambil perduli bahkan jarang terlihat orang tua menasehati anaknya yang terjerumus dalam problem tersebut bahkan mungkin orang tua pun ikut-ikutan terjerumus.
Jika kita berjalan-jalan ke beberapa kampung di dalam kota, kita merasakan realitas yang terjadi di masyarakat bawah. Banyak sekali dapat dilihat kejadian yang menunjukkan masyarakat kita sedang sakit dan menghadapi problem sosial. Minuman keras dan perjudian sudah hampir setiap hari mereka nikmati, premanisme muncul di sudut-sudut pasar bahkan sering terlihat langsung tanpa sembunyi-sembunyi, tak ada usaha apapun untuk menghentikannya dan masyarakat semakin tidak peduli.
Premanisme, perjudian dan minuman keras adalah problem sosial yang akan menjadikan anak-anak bangsa kita mengalami kesuraman, hal inilah mendasari mengapa problem tersebut harus segera dicarikan penyelesaiannya. Problem sosial ini sangat rentan sekali menimbulkan tindak kriminalitas yang mengancam keselamatan pihak lain, begitu juga dari segi kesehatan dan masa depan anak-anak, sulit membiarkan ini terjadi.
Adanya premanisme, perjudian dan minuman keras yang menggejala di kalangan masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : (1) tingkat pendidikan masyarakat yang kurang, (2) faktor ekonomi yang mengakibatkan kemiskinan dan (3) permasalahan penegakan hukum oleh aparat. Berdasarkan hal tersebut, dalam konteks ini akan dicoba dipaparkan penyelesaian problem sosial tersebut dari sudut pandang pendidikan.

Problem Sosial pada beberapa daerah
Premanisme, perjudian dan minuman keras yang muncul karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, kemiskinan dan kurangnya penegakan hukum.. Dari pengamatan penulis rendahnya tingkat pendidikan ini dimulai dari tingkat pendidikan orang tua sehingga menyebabkan :
1. Kesadaran akan pendidikan anak kurang
2. Tidak berfungsinya pendidikan keluarga
Faktor ekonomi (kemiskinan) karena kesulitan pekerjaan atau penghasilan rendah yang dialami masyarakat tertentu akan menyebabkan :
1. Kemampuan menyekolahkan anak berkurang
2. Pencarian jalan pintas untuk mencapai kesejahteraan memunculkan premanisme dan perjudian.
3. Pengangguran mendekatkan mereka pada minuman keras.
Problem di atas bertambah luas dan rumit juga diakibatkan penegakan hukum yang sangat lemah oleh aparat keamanan.

II. OPTIMALISASI FUNGSI TRI PUSAT PENDIDIKAN

Penyelenggaraan pendidikan adalah menjadi tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Guruvalah 2003 :1). Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian. Pertama, pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan nonformal (masyarakat). Sasaran yang ingin dicapai dari pendidikan kita adalah pembentukan aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan psikomotorik (skill/keterampilan). Idealnya, pembentukan aspek kognitif menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah, pembentukan aspek efektif menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua dan pembentukan aspek psikomotorik menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga kursus, dan sejenisnya).
Dengan adanya pembagian tugas seperti ini, masalah pendidikan sebenarnya menjadi tanggung jawab semua pihak: orangtua, pendidik (guru) dan masyarakat. Pendidikan moral seperti agama, budi pekerti, etika, dan sejenisnya, menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua. Pendidikan keterampilan seperti kursus komputer, bahasa asing, menjahit, dan sebagainya, menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga kursus). Sedangkan pendidikan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah.
Tapi karena tidak setiap keluarga mampu memberikan pendidikan yang dimaksud dalam keluarga, maka sekolah sering merasa perlu untuk memberikan tanggungjawabnya untuk mengembangkan seluruh kemampuan siswa, sehingga sekolah sering memberikan muatan-muatan yang dapat bermanfaat bagi siswa (bukan kognitif saja).
Pada umumnya sekolah sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), keterampilan, dan pembentukan sikap mental yang baik bagi peserta didiknya (IMTAQ).
Karena sekolah diberi tumpuan sedemikian besar, maka berimplikasi juga pada kemampuan masyarakat untuk dapat melanjutkan sekolah, akhirnya banyak masyarakat tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
Di lain pihak usaha Pemerintah untuk mengembangkan pendidikan luar sekolah terlihat setengah hati, ini terlihat dari kecilnya proporsi biaya dan kegiatan untuk pendidikan luar sekolah dibandingkan pendidikan formal. Sehingga tidak heran bila kita melihat pengangguran dan problem sosial semakin banyak terjadi di negara kita padahal kalau kita lihat, jumlah sekolah saat ini lebih banyak dibandingkan pada masa-masa yang lampau.
Melihat keadaan seperti itu selain disebabkan oleh faktor ekonomi dan penegakan hukum, problem sosial yang terjadi di beberapa daerah, desa atau kampung disebabkan oleh faktor pendidikan. Jika ditengok ke belakang bahwa pendidikan kita mempunyai pilar yang disebut tri pusat pendidikan, maka terlihat tiga pilar pendidikan kita berjalan tidak optimal. Ketidakoptimalan ini terjadi karena pendidikan formal, pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat berjalan tidak terpadu, bahkan terjadi dikotomi, kadang terjadi saling menyalahkan antara keluarga dan sekolah atau masyarakat tentang penyebab suatu permasalahan yang diakibatkan oleh pendidikan, seperti tanggungjawab pendidikan moral atau agama. Untuk menyelesaikan problem sosial di beberapa daerah, perlu mengoptimalkan tri pusat pendidikan tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pemerataan Pendidikan formal
2. Muatan nilai pada pendidikan formal
3. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.

2.1 Pemerataan Pendidikan Formal
Walaupun pendidikan formal untuk masyarakat kita dapat dikatakan merata, tapi perlu ditinjau kembali sejauh mana bisa memberikan kontribusi untuk menyelesaikan problem sosial di atas. Khusus untuk desa atau kampung yang mempunyai problem sosial yang tinggi, perlu dilakukan terobosan oleh pemerintah dengan membebaskan pembayaran BP3 pada siswa-siswa yang berasal dari tempat tersebut. Walaupun harus diakui BP3 memberikan kontribusi yang besar pada pelaksanaan pendidikan di sekolah dan peningkatan pendidikan, tetapi pada akhir-akhir ini banyak terjadi ketidakadilan dalam kontribusi BP3 ini, karena terjadi kesewenang-wenangan dalam hal jumlah iuran BP3. Hal ini terlihat banyak sekolah negeri iuaran BP3nya lebih besar dibandingkan bebeberapa sekolah swasta, padahal sekolah negeri sudah menerima subsidi dari pemerintah.
Pemerintah perlu memberi subsidi yang nyata pada daerah-daerah yang banyak mengalami problem sosial, sehingga peningkatan pendidikan pada anak-anak akan merubah sikap mental mereka di kemudian hari. Dalam konteks otonomi daerah, Pemerintah Daerah dapat menggunakan kebijakan daerah untuk memperhatikan daerahnya dan memberikan subsidi yang nyata bagi daerah atau desa/kampung yang mengalami masalah sosial. Pemerintah Daerah Jemberana misalnya, mengambil langkah yang spektakuler dengan membebaskan siswa di kabupaten tersebut dari pembayaran SPP/BP3.

2.2 Muatan Nilai pada Pendidikan Formal
Muatan nilai pada pendidikan formal sudah sangat sering didengar, bahkan sering menjadi polemik apakah menjadi mata pelajatran tersendiri atau diintegrasikan pada mata pelajaran yang lainnya. Dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebenarnya sangat memungkinkan memasukkan muatan nilai pada mata pelajaran yang sudah ada.
Pada dasarnya pendidikan bertugas mempersiapkan anak untuk menghadapi hari esok. Dengan demikian pendidikan seyogyanya sesuai dengan kebutuhan anak kelak manakala mereka terjun ke masyarakat. Pendidikan berkewajiban menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan individu dalam mengarungi kehidupannya di masyarakat. Sehingga pendidikan bidang-bidang studi turut pula bertanggung jawab dalam mengembangkan kemampuan itu, (Harry Firman, 2004:3)
Sering terjadi dikotomi atau saling menyalahkan tentang pendidikan nilai, apakah diberikan di sekolah atau di keluarga/masyarakat. Pihak sekolah menganggap pendidikan nilai ada di keluarga, karena sebagian besar waktu anak didik berada di rumah (bukan di sekolah), sedangkan pihak orang tua atau masyarakat memandang karena tugas sekolah juga mendidik aspek afektif dan psikomotorik ada pelajaran moral dan agama, maka kesalahan sering dilimpahkan ke sekolah. Sebenarya pendidikan nilai adalah tanggungjawab dari semuanya sebagai fungsi tri pusat pendidikan, sehingga tidak perlu terjadi dikotomi, semua pihak harus bersatu padu untuk memberikan pendidikan nilai pada anak atau siswa.
Pendidikan agama menjadi tumpuan yang terbesar untuk membentuk watak siswa sehingga memiliki kompetensi moral yang cukup untuk membentuk kepribadian yang baik, dengan demikian kegagalan dalam pendidikan keluarga (jika terjadi) dapat dikompensasi dengan pemberian muatan nilai pada pendidikan formal.

2.3. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebenarnya pendidikan yang strategis untuk menyelesaikan problem sosial, tetapi Pemerintah justru tidak memberikan porsi yang cukup untuk berperan pada akhir-akhir ini.
Di era otonomi daerah, Pemerintah perlu lebih menggerakkan pendidikan non formal tersebut untuk dapat membantu menyelesaikan problem sosial tersebut. Pemda sebenarnya lebih mengetahui kondisi daerahnya dibanding pemerintah pusat sehingga memiliki kebijakan yang lebih tepat bagaimana menyelesaikan problem sosial yang dialami beberapa daerah.
Pendidikan non formal yang hanya bertumpu pada isu-isu yang sudah usang seperti kejar paket A, B atau penuntasan buta aksara perlu dikurangi tetapi perlu menambah atau meningkatkan kegiatan pada isu ; (1) peningkatan kualitas program pendidikan perempuan dan pendidikan orang tua, (2) perluasan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, dan beasiswa pelatihan.
Program Pendidikan Perempuan, yakni program untuk memberikan serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap mental perempuan, sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi keluarga dalam rangka terciptanya keluarga yang sehat dan sejahtera. Kegiatan-kegiatan dalam program pendidikan perempuan adalah: 1) Pendidikan Keterampilan Usaha Perempuan (PKUP), guna memberikan bekal kemampuan berusaha sehingga mereka memiliki sumber penghasilan yang tetap, 2) Pendidikan Orangtua, guna memberikan bekal kemampuan dalam melaksanakan fungsi keluarga; serta 3) Pemberdayaan Perempuan, guna memberdayakan perempuan sebagai mitra sejajar pria (gender).
Kualitas pendidikan perempuan dan orang tua pada daerah-daerah dengan problem sosial tinggi, akan memberikan dampak yang positif terhadap pendidikan keluarga. Kita mengetahui perempuan dapat menopang ekonomi keluarga, dan lebih banyak bertemu anggota keluarga dalam konteks pendidikan keluarga sehingga ini dapat membawa iklim positif bagi penyelesaian problem sosial
Program Pendidikan Berkelanjutan, terdiri dari: 1) program yang berorientasi pada pemberian bekal pengembangan diri dan profesionalisme melalui kursus yang sesuai dengan kebutuhan warga, seperti: jasa, bahasa, pertanian, kerumahtanggaan, kesehatan, teknik dan perambahan, olahraga kesenian, kerajinan dan industri, serta keterampilan khusus; 2) program yang berorientasi pada pemberian bekal untuk bekerja mencari nafkah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup melalui program Kejar Usaha, Magang, Beasiswa/Kursus; 3) program yang berorientasi pada bekal untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, yang dilaksanakan melalui program Paket C Setara SMU yang diintegrasikan dengan pendidikan keterampilan sehingga adanya peningkatan pengetahuan disertai dengan peningkatan kemampuan bermatapencaharian.
Peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan pada daerah-daerah bermasalah.akan memberikan dampak ekonomi yang bagus, sehingga lambat laun kemiskinan pada daerah bermasalah dapat dikurangi. Pemberian keterampilan akan memberikan ruang yang kondusif bagi penambahan penghasilan keluarga dan dengan adanya kegiatan usaha maka prilaku-prilaku buruk seperti perjudian, minuman keras dapat dikurangi.

IV. PENUTUP
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa problem sosial seperti premanisme, perjudian dan minuman keras mengalami peningkatan di beberapa kampung, desa atau daerah, yang perlu dicarikan jalan untuk dapat diselesaikan oleh segenap komponen masyarakat.
Dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Daerah dapat lebih terbuka mengetahui permasalahan-permasalahan tersebut dan memberikan kebijakan-kebijakan yang mengarah bagi penyelesaian problem sosial melalui optimalisasi fungsi tri pusat pendidikan. Optimalisasikan fungsi tri pusat pendidikan melalui :
1. Pemerataan pendidikan formal melalui pemberian subsidi langsung kepada siswa dari daerah-daerah yang mengalami problem sosial
2. Muatan nilai pada pendidikan formal melalui pengitregasian muatan nilai ke mata pelajaran pokok
3. Memperbanyak peran pendidikan luar sekolah/nonformal pada daerah-daerah yang mengalami problem sosial dengan :
- peningkatan kualitas program pendidikan perempuan dan pendidikan orang tua,
- perluasan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, dan beasiswa pelatihan.
Pemerintah Daerah selayaknya lebih memperhatikan problem sosial yang terjadi di beberapa daerah, desa, kampung dengan memberikan peningkatan kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal.
REFERENSI

Djumransjah, H.M.(2004). Pengantar Filsafat Pendidikan, Malang:Bayumedia
http://www.ristek.go.id/referensi/hukum/prop_bab5.htm, Membangun Kesejahteraan Rakyat dan Ketahanan Budaya
Westa Wayan K.S. Dilema Bali Disilang Dua Dunia, www.balipost.co.id
http://www.geocities.com/martapura2000/pls.htm. Rencana Trategis Tahun Pembangunan Bidang Pendidikan Luar Sekolah

No comments: